Bopelnews – Musim Kemarau Wisatawan Di larang Berkemah di Seluruh Kawasan Bromo
Musim Kemarau Wisatawan Di larang Berkemah di Seluruh Kawasan Bromo Wisatawan kini di larang mendirikan tenda atau berkemah di seluruh kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), hingga batas waktu yang belum di tentukan.
Biasanya, wisatawan memang tidak boleh berkemah di kawasan Bromo, kecuali di Mentingen. Namun kini berkemah di lokasi tersebut juga di larang.
“Untuk saat ini, pengunjung di larang mendirikan tenda atau berkemah di seluruh kawasan Gunung Bromo dan sekitarnya sampai batas waktu yang belum di tentukan. Ketentuan berlaku saat pengumuman di keluarkan,” kata Ketua Tim Data Evaluasi Kehumasan Balai Besar TNBTS, Hendra Wisantara, di Malang, Jawa Timur, Rabu (24/7/2024).
Hendra menjelaskan, ada beberapa alasan dibalik larangan tersebut. Untuk saat ini seluruh lokasi di kawasan Gunung Bromo dan sekitarnya dilarang untuk aktivitas perkemahan dan pendirian tenda karena kondisi fasilitas di lokasi yang ada saat ini kurang memadai.
“Kondisi sekarang, di Mentigen juga kurang memadai. Maka semua aktivitas berkemah di larang,” ujarnya seperti di kutip dari Antara.
Taman Nasional Bromo Mulai Jorok
“Sampah yang menumpuk mulai dari kemasan plastik yang tidak bisa di daur ulang, sisa makanan,
bahkan kotoran manusia di lokasi yang tidak semestinya juga menjadi faktornya,” tambahnya.
Larangan berkemah juga di terapkan untuk mencegah dan mengantisipasi potensi kebakaran hutan
dan lahan di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
“Ini juga merupakan langkah dalam mencegah potensi terjadinya kebakaran hutan di kawasan akibat ulah manusia,” sebutnya.
Kawasan TNBTS kini memang menjadi salah satu prioritas Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) dalam pengendalian kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Padahal sebelumnya wilayah Bromo bukan termasuk enam daerah prioritas BNPB. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari menerangkan,
Setidaknya sudah ada 13 kasus kejadian karhutla dari 20 kasus bencana yang di himpun oleh tim Pusdalops BNPB pada Dasarian II Juli 2024.
Dari 13 kasus karhutla tersebut menyasar wilayah Provinsi Aceh (Aceh Barat), Sumatera Utara (Sipiso-Piso Merek,
Karo), Jawa Timur (Bromo Tengger), dengan total luas yang terbakar masing-masing di atas enam hektare.
Kemudian ada juga kasus kebakaran lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Kupang, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Daerah-daerah tersebut bukan bagian dari enam daerah masuk skala prioritas berdasarkan data
historis dan analisis risiko, namun telah terdeteksi terjadi karhutla yang cukup masif sejak tahun 2023 lalu.
“Termasuk Sumatera Barat di pesisir selatan dan Kalimantan Timur juga mulai intens terjadi kebakaran lahan hutan maupun mineral,” katanya.
Menurut Abdul, meluasnya kebakaran tersebut dapat terjadi oleh faktor peningkatan suhu panas maksimum,
lalu hari tanpa hujan yang telah melanda Indonesia Bagian Barat – sebagian Indonesia Bagian Tengah sejak awal bulan Juni.
Pihaknya memprakirakan akan terus meningkat saat puncak musim kemarau pada Dasarian II Juli sampai dengan September 2024.
Hal itu sebagaimana hasil kajian analisa cuaca dan iklim yang di lakukan Pusdalops BNPB bersama Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Di tjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Tinggalkan komentar